Telusuri Lainnya

Pengertian Konstitusi



Istilah konstitusi berasal dari Bahasa Perancis yaitu constituer berarti membentuk. Istilah konstitusi dimaksudkan pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara (Wirjono Projodikoro, 1989: 10). 
Sedangkan penggunaan istilah Undang-Undang Dasar merupakan terjemahan kata gronwet dari Bahasa Belanda (wet = undang-undang, grond = tanah/dasar). Pengertian konstitusi dalam praktiknya diartikan lebih luas daripada pengertian UUD, meski begitu ada juga yang menyamakan pengertian keduanya. 
Bagi ilmuan politik, istilah konstitusi merupakan sesuatu yang lebih luas yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. 
Dalam Bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari kata cume dan statuere. Dalam bentuk tunggal (constitutio) berarti menetapkan sesuatu secara bersama-sama, sedangkan bentuk jamaknya constitusiones berarti segala sesuatu yang telah ditetapkan. 
Mencermati dikotomi antara istilah konstitusi dengan Undang-Undang Dasar, L. J. Van Apeldoorn telah membedakan secara jelas. Menurutnya gronwet adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan konstitusi memuat aturan tertulis maupun tidak tertulis. Sementara itu Prof. Sri Soemantri dalam disertasinya mengartikan sama kedua istilah tersebut, hal ini melihat pada praktik ketatanegaraan di sebagian besar negara-negara dunia termasuk Indonesia. 
Penganut paham yang membedakan pengertian antara konstitusi dan UUD diantaranya Herman Heller dan F. Lassalle. Heller seperti dikutip oleh Moh. Kusnardi dan H. Ibrahim (1988: 65) membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu: 
  1. Die politische verfassung als gesellschaftlich wirklichkeit. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (pengertian politis dan sosiologis). 
  2. Die verselbstandigte rechtsverfassung. Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat (pengertian yuridis). 
  3. Die gesheireben verfassung. Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara. 
Dari pendapat di atas jika dihubungkan antara pengertian undang-undang dengan pengertian konstitusi maka Undang-Undang Dasar merupakan sebagian dari pengertian konstitusi, yaitu konstitusi yang tertulis saja. Di samping itu konstitusi tidak hanya bersifat yuridis semata, tetapi juga mengandung pengertian logis dan politis. 
F. Lassalle dalam bukunya Uber Verfassungswesen membagi konstitusi dalam dua pengertian, yaitu:
  1. Pengertian sosiologis atau politis (sosiologische atau politische begrip), konstitusi adalah sintesis faktor-faktor kekuatan yang nyata (dereele machtsfactoren) dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan-kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam suatu negara. Kekuasaan tersebut diantaranya raja, parlemen, kabinet, kelompok penekan, partai politik, dan lain-lain; itulah sesungguhnya konstitusi. 
  2. Pengertian yuridis (yuridische begrip), konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan. 
Dari pengertian sosiologis dan politis, Lassalle menganut paham bahwa konstitusi sesungguhnya mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar Undang-Undang Dasar. Namun dalam pengertian yuridis tampakadanya pengaruh paham kodifikasi yang menyamakan konstitusi dengan UUD. 
Para perumus dan penyusun UUD 1945 cenderung menganut pemikiran sosiologis di atas, hal ini terlihat dalam Penjelasan Umum bagian I, yang menyatakan: 
“Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, di samping Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis”. 
Adapun penganut paham modern yang secara tegas menyamakan pengertian konstitusi dengan pengertian gronwet adalah C. F. Strong dan James Bryce. Pandangan James Bryce sebagaimana dikutip C. F. Strong dalam Modern Political Constitutions menyatakan bahwa konstitusi adalah: 
A frame of political society, organized through and by law, that is to say on in which law has established permanent institusions with recognised functions and definite rights. 
Dari definisi di atas pengertian konstitusi dapat disederhanakan rumusannya sebagai kerangka negara yang diorganisasi dengan dan melalui hukum, dalam hal mana hukum menetapkan: 
  1. Pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanen; 
  2. Fungsi dari alat-alat kelengkapan; dan 
  3. Hak-hak tertentu yang telah ditetapkan.
Kemudian disempurnakan oleh C. F. Strong sebagai berikut:
Constitution is a collection of principles according to which the power of the goverment, the rights of the governed, and the relations between the two are adjusted.
Artinya konstitusi juga dapat dikatakan sebagai kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan:
  1. Kekuasaan pemerintahan (dalam arti luas);
  2. Hak-hak dari yang diperintah; dan
  3. Hubungan antara pemerintah dan yang diperintah (menyangkut di dalamnya masalah hak asasi manusia); 
Sri Soemantri menilai pengertian yang diberikan Strong lebih luas ketimbang James. Walaupun dikemukakan James Bryce bahwa konstitusi dalam kerangka masyarakat politik (negara) yang diatur oleh hukum. Akan tetapi dalam konstitusi itu hanya terdapat pengaturan mengenai alat-alat kelengkapan negara yang dilengkapi dengan fungsi dan hak-haknya. Dalam batasan Strong, apa yang dikemukakan J. Bryce termasuk dalam kekuasaan pemerintahan semata sedangkan menurut Strong sendiri konstitusi tidak hanya mengatur tentang hak-hak yang diperintah atau hak-hak warga negara.
K. C. Wheare (1975: 1) mengartikan konstitusi sebagai keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara. Peraturan yang dimaksud merupakan gabungan antara ketentuan yang memiliki sifat hukum (legal) dan yang tidak memiliki sifat hukum (nonlegal)
Konstitusi dalam dunia politik digunakan dalam dua pengertian seperti yang dikemukakan K. C. Wheare dalam bukunya Modern Constitutions. Pertama, dalam arti luas yaitu sistem pemerintahan dari suatu negara dan merupakan himpunan peraturan yang mendasari serta mengatur pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya. Sebagai sistem pemerintahan di dalamnya terdapat campuran tata peraturan baik yang bersifat hukum maupun yang bukan peraturan hukum (nonlegal atau ekstra legal). Kedua, pengertian dalam arti sempit yaitu sekumpulan peraturan yang legal dalam lapangan ketatanegaraan suatu negara yang dimuat dalam suatu dokumen atau beberapa dokumen yang terkait satu sama lain.
Dari berbagai pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konstitusi meliputi konstitusi tertulis dan tidak tertulis sedangkan Undang-Undang Dasar merupakan konstitusi tertulis. Adapun batasan-batasannya dapat dirumuskan ke dalam pengertian sebagai berikut:
  1. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para penguasa;
  2. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus pertugasnya dari suatu sistem politik;
  3. Suatu deskripsi dari lembaga-lembaga negara; dan
  4. Suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak-hak asasi manusia.

Referensi:
  • Wirjono Projodikoro. Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. 1989.
  • Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pusat Studi HTN Fakultas Hukum UI. 1988.
  • K. C. Wheare. Modern Constitutions. London: Oxford University Press. 1975.
  • Dahlan Thaib, dkk. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: Rajawali Pers. 2008.
  • Gambar: pendidikanmu.com
Ditulis kembali oleh Rilo Pambudi. S (Mahasiswa Ilmu Hukum, Universitas Maritim Raja Ali Haji) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar