Telusuri Lainnya

Teori-Teori Fungsi Negara

Negara dibentuk tentunya memiliki maksud dan tujuan atau dengan kata lain apa yang menjadi tugas dari sebuah negara. Untuk menjawabnya, kita perlu memahami teori-teori fungsi negara. Dalam beberapa literatur terdapat lima paham mengenai teori fungsi negara, yaitu sebagai berikut:

1. Fungsi Negara Abad ke XVI di Perancis
Ini merupakan kali pertama dikenal mengenai fungsi negara yang meliputi:
  • Diplomacie, sama dengan Departemen Luar Negeri di Indonesia. Tugasnya sebagai penghubung antarnegara yang dulu lebih cenderung sebagai penghubung antar raja.
  • Difencie, sama dengan Departemen Pertahanan dan Keamanan yakni menjaga pertahanan dan keamanan negara.
  • Financie, seperti Departemen Keuangan yang bertugas menyediakan dan mengelola keuangan negara.
  • Justicie, seperti Departemen Kehakiman dan Departemen Dalam Negeri yang bertugas menjaga ketertiban dan menyelesaikan perselisihan antar warganegara dan urusan dalam negeri.
  • Policie, bertugas mengurusi kepentingan negara yang belum menjadi wewenang keempat departemen di atas.

2. Fungsi Negara Menurut John Locke
John Locke adalah sarjana pertama yang membagi kekuasaan menjadi 3 cabang fungsi. Dia mengungkapkan bahwa setiap cabang terpisah dan dilaksanakan oleh lembaga yang terpisah pula. Adapun funsi itu adalah:
  • Fungsi Legislatif, kekuasaan membuat peraturan;
  • Fungsi Eksekutif, kekuasaan melaksanakan peraturan (termasuk tugas mengadili); dan
  • Fungsi Federatif, kekuasaan untuk mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang dan damai.

3. Fungsi Negara Menurut Montesquieu
Teori ini merupakan hasil penyempurnaan dari teori John Locke, yang juga membagi negara menjadi tiga fungsi utama atau dikenal dengan Trias Politica, yaitu:
  • Fungsi Legislatif, kekuasaan membuat undang-undang;
  • Fungsi Eksekutif, kekuasaan melaksanakan undang-undang; dan
  • Fungsi Yudikatif, untuk mengawasi agar semua peraturan ditaati (fungsi mengadili).
Oleh Montesquieu, fungsi federatif disatukan dengan fungsi eksekutif, dan fungsi mengadili dijadikan fungsi yang berdiri sendiri. Tujuannya agar tercapai kebebasan politik (perlindungan terhadap hak asasi manusia) yang mana hanya dapat dicapai dengan kekuasaan mengadili (lembaga yudikatif) yang merdeka dan mandiri.

4. Fungsi Negara Menurut Van Vollenhoven
Menurutnya fungsi negara adala 4, yaitu:
  • Regeling (membuat peraturan);
  • Bestuur (menyelenggarakan pemerintahan);
  • Rechtspraak (fungsi mengadili); dan
  • Politie (fungsi ketertiban dan keamanaan).
Ajaran ini dikenal dengan Catur Praja. Meskipun dalam perkembangannya baik secara sejarah maupun fungsi negara terdapat perubahan dan penambahan khususnya mengenai tugas lembaga eksekutif terutama di negara berkembang.

5. Fungsi Negara Menurut Goodnow
Goodnow melihat fungsi negara secara prinsipil sehingga hanya membaginya menjadi 2 fungsi yaitu Policy Making dan Policy Eksekuting.  Ajaran ini dikenal dengan Dwipraja (Dichotomy). Policy making adalah kebijaksanaan negara untuk waktu tertentu bagi seluruh masyarakat, orang yang menetapkan disebut policy makers. Sedangkan policy eksekuting adalah kebijaksanaan yang harus dilaksanakan untuk tercapainya policy making, orang yang menetapkan disebut eksekutor.
Dengan demikian, policy makers adalah orang yang menentukan kebijaksanaan negara, tujuan-tujuan kenegaraan pada waktu tertentu untuk masyarakat seluruhnya atau menentukan tujuan mana yang baik untuk negara pada waktu tertentu. Sedangkan policy eksekutors adalah orang-orang yang berusaha mencapai apa yang telah diputuskan oleh policy makers atau menentukan daya upaya, alat-alat apa dan sebagainya untuk mencapai tujuan yang telah dibuat.
Menurutnya policy makers dapat dilaksanakan dengan sistem Andrew Jakson, sedangkan untuk policy eksekutors tidak menggunakan itu, tetapi yang dijalankan adalah berdasarkan keahlian. Atas dasar itu pula ajaran ini juga disebut merit system, karena mengutamakan kegunaannya.
Timbulnya teori Goodnow sebagai reaksi terhadap ajaran yang menghendaki cara penggantian orang-orang dalam pemerintahan. Ajaran ini terkenal sebagai spoil system yang dikenalkan oleh Andrew Jakson di Amerika Serikat. Ia berpendapat bahwa jika suatu pemerintahan berganti, maka harus semua pegawai diganti oleh penguasa yang baru dimaksudkan untuk kelancaran jalannya pemerintahan, tanpa adanya kemungkinan mereka yang tidak sepaham.
Namun kelemahannya, kalau sistem ini benar-benar dilaksanakan maka dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada pemerintahan. Mencari dan mendidik pegawai baru tidaklah mudah terlebih untuk jabatan tertentu.

Perkembangan praktek ketatanegaraan menujukkan bahwa fungsi negara seperti yang dibahas sebelumnya selalu berubah karena setiap negara menyelenggarakan fungsinya sesuai ideologi negara. Selain itu, dewasa ini negara cenderung bertindak sebagai stabilisator guna mencapai tujuan bersama dan mewujudkan suatu tertib masyarakat.
Mengenai ketertiban, baik negara maupun hukum muncul dari kehidupan manusia karena keinginan batinnya untuk memperoleh tata tertib berdasarkan keadilan. Sedangkan tata hukum ditetapkan oleh masyarakat sendiri oleh karena itu meraka turut serta secara sendiri dalam berlakunya tata hukum itu yang kemudian dikenal sebagai masyarakat hukum. Masyarakat hukum tersebut bermacam-macam bentuk, dari yang kecil misalnya desa hingga yang modern dalam bentuk negara. Dengan demikian ketertiban merupakan kualitas atau kondisi yang dapat diwujudkan melalui tata hukum dalam suatu masyarakat hukum. Tetapi ketertiban hanyalah salah satu aspek dari kaidah hukum saja, karena hukum bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang damai melalui tugas-tugas mencapai kepastian hukum dan keadilan.
Di Indonesia sendiri ketertiban sangat dibutuhkan untuk mewujudkan stabilitas nasional yang mantap. Pemerintah berpandangan bahwa pembangunan tidak mungkin dilaksanakan tanpa memusatkan pikiran dan kemampuan pada ketertiban. Sebab, pembangunan dapat terganggu oleh keadaan yang goncamg dan tidak menentu.

Referensi:
  1. Moh. Koesnardi dan Bintan R. Saragih. Ilmu Negara. Jakarta: Perintis Press. 1985.
  2. Abu Daud Busroh. Ilmu Negara. Cetakan Kesebelas. Jakarta: Sinar Grafika. 2015.
  3. Foto: gurupendidikan.co.id
Ditulis oleh: Rilo Pambudi. S

Tidak ada komentar:

Posting Komentar