Oleh:
Niken Febriani Safitri
(Mahasiswi Ilmu Hukum, Universitas Maritim Raja Ali Haji)
Mahasiswa dalam kedudukannya memiliki keunikan, yaitu diterima oleh semua lapisan masyarakat. Dipercaya sebagai kaum yang berintelektual tinggi serta di usia muda yang masih penuh energi, semangat, berbakat dan penuh potensi.
Bukan tanpa alasan mengapa mahasiswa disebut demikian, dalam dunia internasional pergerakan mahasiswa sangat memiliki pengaruh besar terhadap bangsanya. Melihat pada contoh kenyataan di Tunisia, Mesir, Libya dan Siria pada tahun 2010 hingga 2011 lalu. Maha dahsyat kekuatan seluruh mahasiswa dalam menjalankan peranannya. Mereka mampu menggulingkan sebuah kekuasaan dan menggantinya dengan sebuah tonggak perubahan yang baru dengan mengedepankan demokrasi.
Mahasisiwa berada di garis depan dalam perubahan sebuah sejarah demokrasi dunia. Hal tersebut tidak hanya pada sejarah perjalanan demokrasi di negara lain. Mengulik sejarah, perjalanan demokrasi di Indonesia juga di pelopori oleh mahasiswa. Mulai dari persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia, mempertahankan kemerdekaan, hingga masa reformasi, mahasiswa selalu berada di depan sebagai agen perubahan yang mengawal perjalanan sejarah demokrasi pada bangsa ini.
Sejarah mencatat banyak sekali momentum penting bangsa yang terjadi dikarenakan hadirnya mahasiswa di dalamnya. Berdirinya Boedi Oetomo tahun 1908, menjadi fakta bahwa mahasiswa Indonesia mulai mengadakan persatuan untuk mendiskusikan dan memperjuangkan nasionalisme bangsa Indonesia. Tidak hanya di dalam negeri saja. Mahasiswa yang berada di luar negeri pun turut mendirikan organisasi sejenis seperti Indonesia Vereeninging, Indische Partij, Indische Sociaal Democratische dan lain sebagainya. Bermula dari kebangkitan tersebut, pada 28 oktober 1928 pada momen kongres pemuda II dicetuskanlah “Sumpah Pemuda”.
Bahkan pada tahun tahun sebelum kemerdekaan itu, mahasiswa Indonesia telah melakukan gerakan persatuan untuk memikirkan kemerdekaan bangsanya yang belum terlahir.
Meninggalkan sejarah pergerakan mahasiswa sebelum kemerdekaan. Ada sejarah pergerakan mahasiswa yang tak dapat dipungkiri sebagai gerakan terbesar mahasiswa sejak kemerdekaan bangsa Indonesia. Betapa tidak, gerakan mahasiswa pada masa itu dapat menggulingkan pemimpin rezim Orde Baru yang bisa dikatakan abadi dalam menjabat sebagai presiden selama 32 tahun. Rezim yang telah terbentuk selama itu tetap dapat digulingkan oleh mahasiswa, kaum yang intelektualis, dialektis dan kritis dalam persoalan. Meskipun mahasiswa bukan menjadi satu satunya actor yang menurunkan presiden kala itu, namun tetap saja mahasiswa memiliki pengaruh besar bagi bangsa ini.
Gerakan mahasiswa tersebut mendapat sorotan dari dunia internasional. Karena peristiwa sejarah yang dikenal sebagai Tragedi Trisakti pada 1998 merenggut 4 korban mahasiswa dari Universitas Trisakti. Pasca lengsernya Presiden Soeharto, masih bergelora gerakan mahasiswa ditandai dengan Tragedi Semanggi yang terjadi hingga dua kali.
Gerakan mahasiswa tersebut mendapat sorotan dari dunia internasional. Karena peristiwa sejarah yang dikenal sebagai Tragedi Trisakti pada 1998 merenggut 4 korban mahasiswa dari Universitas Trisakti. Pasca lengsernya Presiden Soeharto, masih bergelora gerakan mahasiswa ditandai dengan Tragedi Semanggi yang terjadi hingga dua kali.
Gerakan-gerakan mahasiswa di atas adalah suatu gerakan rakyat yang dilakukan oleh mahasiswa yang diorientasikan pada kepentingan rakyat. Serta pergerakan pada 1998 adalah gerakan untuk menentang kebijakan Presiden Soeharto yang dinilai menyimpang dari UUD 1945. Karena pada hakikatnya gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan suatu bentuk gerakan sosial yang salah satu bentuk utamanya adalah perilaku kolektif. Menurut Turner dan Killan dalam karyanya Collective Behaviour (1987), mengemukakan gerakan sosial sebagai "… a collectivity acting with some continuity to promote or resist a change in the society or organization of which it is part", yakni suatu kolektivitas yang melakukan kegiatan dengan kadar kesinambungan tertentu untuk menunjang atau menolak perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau kelompok yang mencakup kolektivitas itu sendiri. Maka dapat dikatakan bahwa suatu kelompok yang melakukan suatu pergerakan sosial adalah yang merasa memiliki kesamaan nasib yang sifatnya negatif. Hal tersebutlah yang menggugah mahasiswa untuk melakukan pergerakan pada 1998 karena merasa pada pihak masyarakat yang mengalami dampak buruk dari kekuasaan Presiden Soeharto pada masanya.
Dikenal sebagai kaum pembela masyarakat dan kaumnya para buruh tani, menempel pada tiap pundak mahasiswa bahwa merekalah generasi bangsa ini yang murni membawa kepentingan masyarakat yang ideologis. Namun sejatinya, untuk membela kepentingan masyarakat dan membuat suatu kebijakan yang menguntungkan masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan, haruslah berada dalam lembaga-lembaga negara yang memiliki kewenangan dan kapasitas untuk itu. Dan untuk mendapatkan kapasitas dan kewenangan itu salah satunya adalah dengan terjun dalam dunia politik. Karena nyatanya berdiri dalam dunia akademis saja tidak cukup.
Bergabungnya mahasiswa pada sebuah partai politik memang bukan baru-baru ini mencuat. Hal tersebut menjadi sangat mudah ditemui pada era reformasi ini. Apakah ada yang salah dari hal itu? mahasiswa yang bergabung pada partai politik memang tidak menyalahi aturan secara yuridis. Sah-sah saja bila dilihat pada Undang-Undang Partai Politik Nomor 2 tahun 2011.
Namun yang menjadi persoalan, masihkah mahasiswa yang bergabung pada partai politik murni membawa suara kepentingan dan jeritan rakyat? Karena dalam praktiknya, bergabung pada partai politik berarti berhutang budi, apalagi jika sampai memiliki kedudukan di lembaga negara karena diusung oleh partai politik. Di dalamnya penuh dengan tarik ulur kepentingan politik, hingga kepentingan rakyat pun menjadi terpoligami.
Mahasiswa yang dipercaya oleh masyarakat sebagai pengawal kepentingannya mulai menjalankan peran politiknya dan tak lagi berjalan bersama membela kepentingan kaum jelata.
Tidak dipungkiri, untuk memperbaiki suatu sistem haruslah berada dalam sistem tersebut. Yang menjadi persoalan adalah apabila hanyut terbawa arus kepentingan lain selain kepentingan masyarakat yang bisa menjadi pengkhianat. Meneriaki penguasa untuk melenggangkan kaki meninggalkan jabatannya, namun diam ketika dirinya telah dilanggengkan pada kursi kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar